15 September 2013 aku kembali
mengembara di Tanah Para Jawara Islam yakni Banten. Banten adalah sebuah nama
kerajaan Islam pada abad belasan Masehi yang digagas oleh Falatehan atau
Fatahillah serta sering disebut Sunan Gunung Djati. Beliau juga memberi nama
kepada ibukota Republik Indonesia sekarang yakni Jakarta yang dulu namanya
Jayakarta (Kota Kemenangan). Banten dulu beribukota di Cirebon sekarang. Tapi
yang menarik adalah mengapa aku merasakan kerajaan Banten yang terkenal yang
dulu luas malah semakin menyempit karena dijadikan provinsi. Sebagai contoh,
Cirebon malah masuk Jawa Barat. Jika pernyataanku ini berbeda denganmu,
silahkan dirimu membuat tulisan tandingan. Aku jadi kepengen menelusuri sebelum
terbentuknya Indonesia karena aku sangat ingat pesan Bung Karno yakni JAS MERAH
(Jangan Melupakan Sejarah).
Hari Minggu di tanggal yang sama
selepas shalat Ashar berjama’ah di Masjid Al-Ashri, aku dijemput oleh Bu Yuni
selaku koordinator tim Gama Global di Jabodetabek dan Banten. Kembali bertemu
dengan Ade, sang supir dengan lagu dan status Facebook “galau”nya.
Ada tiga orang baru di atas mobil
Kijang Jantan yang diberi nama Alpa agar suatu saat menjadi Alphard yakni Dwi,
Mbak Vina dan Wahyu. Dwi bertubuh gempal dan wajahnya yang dipenuhi jerawat
serta bersuara sangat lembut sekali yang mengingatkanku kepada suara seseorang,
mahasiswi Pendidikan IPA UNY 2008 yang sama denganku sedang menggarap
skripsweet. Beliau hobinya ketawa dan senyum mulu tapi ketika sudah di kelas
orangnya dingin abis. Mbak Vina, mahasiswi Geografi UNY 2007 yang sudah lulus,
yang berwajah seperti perempuan India di film Bollywood dan bertubuh kurus
serta hobinya BBMan dengan cowoknya. Insya Allah, tahun depan akan menikah
dengan Pak Lurah, cowoknya sekarang. Aku sering menggodanya untuk segera
menyempurnakan agama daripada BBMan mulu. Dwi dan Mbak Vina berasal dari tempat
yang sama dengan Mbak Yuni, teman 1 tim Gama Global juga dulu yang mengajar
Kimia yakni Kudus yang terkenal dengan kreteknya tapi bagiku Kudus terkenal
dengan pondok pesantrennya setelah Jombang dan Mbantul. Dan terakhir ada Wahyu,
lulusan D3 Bahasa Inggris UGM ini merupakan temannya Diah Fitria yang pernah
menjadi staf Marketing Gama Global juga. Beliau ini orangnya sangat kalem tapi
akhirnya berhasil membuat dia menjadi koplak sepertiku. Haha.
Seperti biasa, di Alpa, aku
selalu dapat tempat duduk di bagian belakang bersama tas yang bertumpuk-tumpuk.
Tumpukan tas ini bisa jadi kasur, bantal dan gulingku ketika malam dingin
melanda. Berpelukan dengan tas-tas. Yang sabar aja selama bujangan gini meluk
tas. Dan aku bisa bergerak lebih leluasa karena tak perlu mohon maaf jika
menyenggol orang di saat tidur.
Di daerah Kebumen, kami
memutuskan berhenti di salah satu warung makan. Kata Bu Yuni yang sudah lama
menjadi pelanggannya, katanya makan di sini murah tapi itu sudah beberapa tahun
yang lalu. Aku patuh saja dengan kata-kata Bu Yuni makan di warung makan ini.
Aku mempunyai tips untuk makan murah. Cukup minta nasi agak banyak lalu sayuran
kemudian lauk seperti tempe dan segelas air hangat. Itu sudah cukup untuk
mengenyangkan perutku. Itulah tips makan di luar agar irit. Dan terbukti,
akulah yang paling irit daripada teman-temanku yang lain. Cukup 5ribu saja.
Yang paling lucu yakni Wahyu yang mengambil makanan dengan rakusnya tanpa
memikirkan harga makanannya. Akhirnya, dia terbebani dengan sekali makan dengan
15 ribu rupiah. Bu Yuni, Dwi dan Ade juga lumayan besar biaya makannya.
Di perjalanan menuju Banten, aku
sengaja mengurangi minum air karena kuatir keseringan pipis dan berhenti.
Paling menyebalkan jika ada toilet berbayar. Alhamdulillah, karena
teman-temanku yang lain banyak membawa snack, aku jadi penampung snack alias
yang ngehabisin snack. Lumayanlah mengganjal perutku di tengah malam nan dingin
melintasi jalanan Pantura Jawa.
Dini hari di sekitar daerah
Indramayu, kembali terjadi kemacetan panjang sebelum masuk Tol Cikampek. Tahun
yang lalu, aku juga mengalami kemacetan panjang bahkan sampai harus sholat
Shubuh dengan bertayamum. Sebelum Shubuh, kami sudah memasuki jalan tol dan
sholat berjama’ah di rest areanya. Aku paling suka pemandangan Jakarta ketika
pagi hari. Untung saja, aku melewati jalan tol jadi tidak terlalu kena imbas
macet orang yang pergi ke kantor. Jam 9an, kami sudah tiba di Tangerang Selatan
dari perjalanan yang melelahkan. It’s time to tepar. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar