Malam
tanggal 25 Agustus 2013 diadakan Grand Launching Kartu AS, produk dari
Telkomsel, di Dataran Merdeka Kuala Lumpur, Malaysia. Launching tersebut
mengambil tema Harmony & Unity yang disiarkan oleh stasiun TV Malaysia RTM
dan stasiun TV Indonesia Indosiar. Pengisi acaranya The Rock, Rossa, Siti
Nurhaliza dll. Ternyata Telkomsel mulai mengembangkan sayap pasarnya. Tak cukup
hanya jadi provider nomor 1 di Indonesia. Telkomsel mampu melihat peluang
dengan jutaan TKI di Malaysia yang ingin berkomunikasi dengan keluarga dan
sahabatnya di Indonesia. Belum lagi efek tular dari beberapa pekerja Indonesia
yang mempunyai kartu AS akan berimbas kepada warga negara Malaysia karena
mereka akan saling berkomunikasi.
Kuakui
pelayanan Telkomsel juga paling keren. Siap-siap provider Malaysia seperti
Maxis dan Digi untuk bersaing dengan kartu AS. Ga jaman lagi gontok-gontokan.
Mari bekerjasama, lebih menguntungkan. Telkomsel untung. Maxis untung.
Pelanggan untung. Win-win solution. Maxis memang cukup dekat hubungannya dengan
Telkomsel. Aku membayangkan jika Maxis dan Telkomsel bersatu itu pasti kekuatan
yang luar biasa.
Tanggal
26 Agustus, aku kembali ke KL Gallery. Aku di sana membaca buku yang dijual
tapi aku ga beli. Kebiasaan dulu nongkrong di Gramedia. Gile aja harganya.
Ratusan ringgit dan tebal lagi halamannya. Nambah berat bagasi plus nambah
biaya bagasinya. Maklum naik Air Asia.
Buku
yang kubaca mengenai kronologi Malaysia. Aku langsung melihat daftar isinya.
Aku sangat tertarik dengan sub bab buku itu tentang konfrontasi Malaysia dengan
Indonesia. Aku ingin membaca dari sisi Malaysia. Dulu zaman aku SMA didoktrin
bahwa konfrontasi Indonesia-Malaysia karena Soekarno berkata bahwa Malaysia
menjadi negara boneka Inggris. Di referensi tersebut tidak dijelaskan secara spesifik
apa penyebab pastinya akan tetapi ada warga negara Malaysia menjadi korban atas
agresifitas Soekarno. Dan Malaysia pun membalasnya. Begitulah perang.
Soekarno
dengan kekuatan jumlah personel tentara rakyatnya yang banyak serta dengan
sistem perang ala Indonesia gerilya versus Tunku Abdul Rahman yang menggalang
kekuatan dana perang dari rakyat. Benar-benar gotong royong kedua negara ini
dalam berperang untuk mencapai ego mereka. Walaupun itu sebenarnya menurutku
ego kedua pemimpin tersebut yakni Soekarno dan Tunku Abdul Rahman yang pantang
kalah. Setelah Soekarno turun akibat G30SPKI alias misi rahasia CIA untuk
menggulingkan Soekarno, saatnya normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia.
Indonesia dan Malaysia sama-sama aktif di ASEAN yang dimana mereka menjadi
penggagas.
Aku
salut dengan dua kharisma pemimpin dua negara ini Soekarno dan Tunku Abdul
Rahman. Menghipnosis rakyatnya melalui kekuatan kata-kata mereka. Seakan-akan
rakyatmu tunduk kepada mereka. Foto mereka di negara mereka masing-masing paling
sering terlihat ketika berorasi di depan rakyatnya. Kalau Tunku Abdul Rahman di
Dataran Merdeka ketika penyerahan kedaulatan dari Inggris kepada Malaysia.
Ada
beberapa orang yang berkata ini kemerdekaan Malaysia adalah pemberian bangsa
lain, bukan perjuangan sendiri. Malaysia mampu berdialog dengan Inggris.
Bagiku, ini strategi yang diambil oleh Malaysia saat itu. Berbeda dengan
Indonesia yang sedang vacum of power dimana Jepang sudah menyerah dan Sekutu
sedang merapat ke Indonesia. Maka itulah strategi jitu yang diawali oleh
kenekadan pemuda-pemuda Indonesia seperti Syahrir dkk.
Indonesia dan Malaysia adalah negara yang
dipecah oleh bangsa-bangsa Eropa yang ingin menjarah kekayaan alam mereka yang
luar biasa dan memanfaatkan posisi strategis mereka. Indonesia dan Malaysia
layaknya bangsa Afrika yang digaris dengan lurus oleh pemerintah Eropa di Eropa
sehingga merusak struktur sosial dan budaya mereka yang sebenarnya sama. Bangsa
Eropa menciptakan nasionalisme sempit sehingga Indonesia dan Malaysia berperang
satu sama lain. Sedangkan kita bersaudara. Aku yang dari suku Minangkabau di
Indonesia mempunyai hubungan kebudayaan yang sama dengan Negeri Sembilan di
Malaysia. Di tambah lagi sama-sama dengan penduduk yang mayoritas Islam. Sadari
bahwa kita telah terpecah dan saatnya bersatu kembali, Malaysia dan Indonesia.
Sadari
bahwa kita telah terpecah dan saatnya bersatu kembali, Malaysia dan Indonesia.
Kesadaran itu telah terbangun ketika aku melihat poster pameran yang berjudul
The Rise of Nusantara yang diadakan minggu ketiga Agustus di Universitas Islam
Antar Bangsa. Aku tidak hanya melihat Malaysia dan Indonesia tapi juga Thailand
Selatan dan Filipina Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar