Senin, 24 Maret 2014

Hari Ketiga : Indonesia Bersatu dengan Malaysia (Serial Musafir Cinta)

Malam tanggal 25 Agustus 2013 diadakan Grand Launching Kartu AS, produk dari Telkomsel, di Dataran Merdeka Kuala Lumpur, Malaysia. Launching tersebut mengambil tema Harmony & Unity yang disiarkan oleh stasiun TV Malaysia RTM dan stasiun TV Indonesia Indosiar. Pengisi acaranya The Rock, Rossa, Siti Nurhaliza dll. Ternyata Telkomsel mulai mengembangkan sayap pasarnya. Tak cukup hanya jadi provider nomor 1 di Indonesia. Telkomsel mampu melihat peluang dengan jutaan TKI di Malaysia yang ingin berkomunikasi dengan keluarga dan sahabatnya di Indonesia. Belum lagi efek tular dari beberapa pekerja Indonesia yang mempunyai kartu AS akan berimbas kepada warga negara Malaysia karena mereka akan saling berkomunikasi.
Kuakui pelayanan Telkomsel juga paling keren. Siap-siap provider Malaysia seperti Maxis dan Digi untuk bersaing dengan kartu AS. Ga jaman lagi gontok-gontokan. Mari bekerjasama, lebih menguntungkan. Telkomsel untung. Maxis untung. Pelanggan untung. Win-win solution. Maxis memang cukup dekat hubungannya dengan Telkomsel. Aku membayangkan jika Maxis dan Telkomsel bersatu itu pasti kekuatan yang luar biasa.
Tanggal 26 Agustus, aku kembali ke KL Gallery. Aku di sana membaca buku yang dijual tapi aku ga beli. Kebiasaan dulu nongkrong di Gramedia. Gile aja harganya. Ratusan ringgit dan tebal lagi halamannya. Nambah berat bagasi plus nambah biaya bagasinya. Maklum naik Air Asia.
Buku yang kubaca mengenai kronologi Malaysia. Aku langsung melihat daftar isinya. Aku sangat tertarik dengan sub bab buku itu tentang konfrontasi Malaysia dengan Indonesia. Aku ingin membaca dari sisi Malaysia. Dulu zaman aku SMA didoktrin bahwa konfrontasi Indonesia-Malaysia karena Soekarno berkata bahwa Malaysia menjadi negara boneka Inggris. Di referensi tersebut tidak dijelaskan secara spesifik apa penyebab pastinya akan tetapi ada warga negara Malaysia menjadi korban atas agresifitas Soekarno. Dan Malaysia pun membalasnya. Begitulah perang.
Soekarno dengan kekuatan jumlah personel tentara rakyatnya yang banyak serta dengan sistem perang ala Indonesia gerilya versus Tunku Abdul Rahman yang menggalang kekuatan dana perang dari rakyat. Benar-benar gotong royong kedua negara ini dalam berperang untuk mencapai ego mereka. Walaupun itu sebenarnya menurutku ego kedua pemimpin tersebut yakni Soekarno dan Tunku Abdul Rahman yang pantang kalah. Setelah Soekarno turun akibat G30SPKI alias misi rahasia CIA untuk menggulingkan Soekarno, saatnya normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia. Indonesia dan Malaysia sama-sama aktif di ASEAN yang dimana mereka menjadi penggagas.
Aku salut dengan dua kharisma pemimpin dua negara ini Soekarno dan Tunku Abdul Rahman. Menghipnosis rakyatnya melalui kekuatan kata-kata mereka. Seakan-akan rakyatmu tunduk kepada mereka. Foto mereka di negara mereka masing-masing paling sering terlihat ketika berorasi di depan rakyatnya. Kalau Tunku Abdul Rahman di Dataran Merdeka ketika penyerahan kedaulatan dari Inggris kepada Malaysia.
Ada beberapa orang yang berkata ini kemerdekaan Malaysia adalah pemberian bangsa lain, bukan perjuangan sendiri. Malaysia mampu berdialog dengan Inggris. Bagiku, ini strategi yang diambil oleh Malaysia saat itu. Berbeda dengan Indonesia yang sedang vacum of power dimana Jepang sudah menyerah dan Sekutu sedang merapat ke Indonesia. Maka itulah strategi jitu yang diawali oleh kenekadan pemuda-pemuda Indonesia seperti Syahrir dkk.
Indonesia dan Malaysia adalah negara yang dipecah oleh bangsa-bangsa Eropa yang ingin menjarah kekayaan alam mereka yang luar biasa dan memanfaatkan posisi strategis mereka. Indonesia dan Malaysia layaknya bangsa Afrika yang digaris dengan lurus oleh pemerintah Eropa di Eropa sehingga merusak struktur sosial dan budaya mereka yang sebenarnya sama. Bangsa Eropa menciptakan nasionalisme sempit sehingga Indonesia dan Malaysia berperang satu sama lain. Sedangkan kita bersaudara. Aku yang dari suku Minangkabau di Indonesia mempunyai hubungan kebudayaan yang sama dengan Negeri Sembilan di Malaysia. Di tambah lagi sama-sama dengan penduduk yang mayoritas Islam. Sadari bahwa kita telah terpecah dan saatnya bersatu kembali, Malaysia dan Indonesia.

Sadari bahwa kita telah terpecah dan saatnya bersatu kembali, Malaysia dan Indonesia. Kesadaran itu telah terbangun ketika aku melihat poster pameran yang berjudul The Rise of Nusantara yang diadakan minggu ketiga Agustus di Universitas Islam Antar Bangsa. Aku tidak hanya melihat Malaysia dan Indonesia tapi juga Thailand Selatan dan Filipina Selatan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar