Rabu, 19 Maret 2014

Humas Itu? Semua TTM dan Dirimu Populer (Serial Musafir Cinta)

Aku mengenal Humas pertama kali di organisasi mahasiswa yang sampai sekarang masih kugeluti. 5 tahun lamanya. Ketika itu, aku mau masuk menjadi staf humas di struktur organisasi tersebut. Alasanku masuk humas itu karena sejalan dengan jurusanku HI (Hubungan Internasional atau yang sering kusebut juga Hubungan Interpersonal/Intim). Sayang sekali, cintaku ditolak oleh Mbak Tri yang sewaktu itu menjadi Ketua Bidangnya. Uh, patah hati.
Namun patah hati itu kusalurkan ke dendam yang baik yakni terus belajar Humas dan yang sejenis dengannya serta memantaskan diriku menjadi humas yang baik dengan berperilaku layaknya humas. Mari kita berandai-andai. Jika Mbak Tri menerima cintaku untuk menjadi stafnya mungkin aku bisa sombong dan membawa celaka bagi organisasi. Ambil hikmah dari setiap kejadian termasuk penolakan, Bro Ikhsan.
Di HI, aku mengambil mata kuliah Politik Kerjasama Internasional. Di sini aku belajar bagaimana menciptakan kerjasama dan mengapa orang tak mau bekerjasama serta bagaimana jika ada konflik. Di mata kuliah ini aku mendapat nilai C. Bagiku nilai hanya bonus dari belajar. Yang uniknya, aku lebih paham mata kuliah Politik Kerjasama Internasional yang dapat nilai C daripada mata kuliahku yang dapat nilai A. Aku kuliah mencari ilmu dan kepahaman, bukan nilai.
Aku belajar Humas dan yang sejenisnya dengan mengambil 5 mata kuliah di jurusan Komunikasi. Komunikasi termasuk jurusan yang paling aku sukai dan termasuk pilihanku ketika masuk UGM. 5 mata kuliah tersebut adalah Hubungan Masyarakat, Komunikasi Pemasaran Terpadu, Komunikasi Massa, Marketing Public Relations dan Manajemen Media. Mengapa aku mengambil 5 mata kuliah ini? Agar aku paham di bidang humas dan pemasaran serta yang berkaitan dengan itu. Aku akui ilmu yang aku dapat di 5 mata kuliah tersebut masih kurang, aku harus mencari ilmu di tempat lain.
Mengasyikkan juga belajar di Komunikasi. Hal ini membuka pikiranku bahwa semua ilmu itu menyenangkan. Aku haus akan ilmu. Aku berusaha menguasai multidisiplin ilmu. Aku berusaha menjadi manusia universitas. Aku keliling jurusan di UGM. Pagi dirimu bisa menemukanku di Kedokteran UGM. Siang kamu bisa menjumpai aku di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Sore engkau bisa menyapaku di Fakultas Ilmu Budaya UGM. Malam kamu bisa bersalaman denganku UPN ataupun di tempat yang lain. Aku membuka diri dengan ilmu, pergaulan dan semua hal. Tentunya aku pun telah mempunyai prinsip-prinsip di hidupku. Mana yang bisa aku kaku (keras) dan mana yang aku bisa fleksibel (lunak). Inilah perjuanganku untuk bisa mempunyai karakter seorang humas.
Pada akhir tahun 2010, aku memutuskan untuk menjadi Asisten Bidang Humas yang merupakan low manajemen setelah staf dan ketua bidang di organisasi itu. Aku bertekad aku harus total berkontribusi di sini. Aku gali ilmu sebanyak mungkin di sini dan mendekati staf dan Ketua Bidang agar aku bisa serap ilmu dan jaringannya (bukan KKN lho.haha). Di sini aku belajar bersinergi dengan semua orang mulai dari masyarakat, anggota organisasi, Rektorat dan pihak-pihak lain yang terkait dengan organisasi tersebut.
Di Humas ini aku belajar SKSD (Sok Kenal Sok Dekat). Menyalami, menyapa dan tersenyum lebih dahulu bagi yang sudah kita kenal maupun tidak. Bahasa beratnya proaktif bersahabat. Sebenarnya di Humas ini aku hanya meneruskan kebiasaan yang telah aku tanam selama aku part time yang mempunyai jargon pelayanan yang ramah, perhatian, tulus, peduli dan berwawasan. Seorang humas juga wajib punya karakter itu. Berkat karakter itu, aku punya banyak TTM (Teman Tapi Mesra) dari berbagai golongan (bahasanya golongan, emangnya golongan darah, eh emang berbagai golongan darah juga sich) mulai dari pejabat sampai preman.
Kenapa aku bisa banyak TTM? Betul banyak (biasanya kan salah satu) dari aku menolong TTMku dan TTMku juga menolongku. Aku paling ingat salah satu ajaran dosenku di mata kuliah Politik Kerjasama Internasional dan seniorku di Neuro Linguistic Program yakni jika ingin menciptakan kerjasama maka berbuat baiklah dulu kepada lawanmu. Perlahan tetapi pasti dia akan membalas berbuat baik. Maka dengan mudah kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan darinya (bisa keuntungan) dan begitu juga sebaliknya. Kalau bahasa ilmiahnya leading. Tapi ilmu ini harus digunakan untuk kebaikan, bukan kejahatan seperti suap, KKN dll. Hal ini hampir sama dengan kisah Nabi Muhammad menghadapi orang Yahudi yang buta yang sering meludahinya dan di akhir kisah si Yahudi buta hatinya menjadi luluh.
Karena ilmu yang aku dapat dan menjadi karakterku, dulunya aku yang meminta ingin dimasukkan di bagian humas, sekarang malah terbalik, orang-orang yang memintaku masuk di bagian humas sebagai contoh ada salah satu partai mahasiswa di UGM yang memintaku masuk di humasnya. Dan akibat lainnya, aku selalu ditempatkan di posisi humas pasca penolakan dan belajar tersebut.

Itulah sepotong cerita dariku. Sampai sekarang dan sampai kapanpun, aku masih akan terus belajar humas dengan berbagai cara. Misalnya, mengamati humas di organisasi lain merespons dinamika yang terjadi. Dengan tangan terbuka, aku siap berbagi dengan teman-teman. Semoga bermanfaat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar