Aku mengenal Humas
pertama kali di organisasi mahasiswa yang sampai sekarang masih kugeluti. 5
tahun lamanya. Ketika itu, aku mau masuk menjadi staf humas di struktur
organisasi tersebut. Alasanku masuk humas itu karena sejalan dengan jurusanku
HI (Hubungan Internasional atau yang sering kusebut juga Hubungan
Interpersonal/Intim). Sayang sekali, cintaku ditolak oleh Mbak Tri yang sewaktu
itu menjadi Ketua Bidangnya. Uh, patah hati.
Namun patah hati
itu kusalurkan ke dendam yang baik yakni terus belajar Humas dan yang sejenis
dengannya serta memantaskan diriku menjadi humas yang baik dengan berperilaku
layaknya humas. Mari kita berandai-andai. Jika Mbak Tri menerima cintaku untuk
menjadi stafnya mungkin aku bisa sombong dan membawa celaka bagi organisasi.
Ambil hikmah dari setiap kejadian termasuk penolakan, Bro Ikhsan.
Di HI, aku
mengambil mata kuliah Politik Kerjasama Internasional. Di sini aku belajar
bagaimana menciptakan kerjasama dan mengapa orang tak mau bekerjasama serta
bagaimana jika ada konflik. Di mata kuliah ini aku mendapat nilai C. Bagiku
nilai hanya bonus dari belajar. Yang uniknya, aku lebih paham mata kuliah
Politik Kerjasama Internasional yang dapat nilai C daripada mata kuliahku yang
dapat nilai A. Aku kuliah mencari ilmu dan kepahaman, bukan nilai.
Aku belajar Humas
dan yang sejenisnya dengan mengambil 5 mata kuliah di jurusan Komunikasi.
Komunikasi termasuk jurusan yang paling aku sukai dan termasuk pilihanku ketika
masuk UGM. 5 mata kuliah tersebut adalah Hubungan Masyarakat, Komunikasi
Pemasaran Terpadu, Komunikasi Massa, Marketing Public Relations dan Manajemen
Media. Mengapa aku mengambil 5 mata kuliah ini? Agar aku paham di bidang humas
dan pemasaran serta yang berkaitan dengan itu. Aku akui ilmu yang aku dapat di
5 mata kuliah tersebut masih kurang, aku harus mencari ilmu di tempat lain.
Mengasyikkan juga
belajar di Komunikasi. Hal ini membuka pikiranku bahwa semua ilmu itu
menyenangkan. Aku haus akan ilmu. Aku berusaha menguasai multidisiplin ilmu.
Aku berusaha menjadi manusia universitas. Aku keliling jurusan di UGM. Pagi
dirimu bisa menemukanku di Kedokteran UGM. Siang kamu bisa menjumpai aku di
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Sore engkau bisa menyapaku di Fakultas Ilmu
Budaya UGM. Malam kamu bisa bersalaman denganku UPN ataupun di tempat yang
lain. Aku membuka diri dengan ilmu, pergaulan dan semua hal. Tentunya aku pun
telah mempunyai prinsip-prinsip di hidupku. Mana yang bisa aku kaku (keras) dan
mana yang aku bisa fleksibel (lunak). Inilah perjuanganku untuk bisa mempunyai
karakter seorang humas.
Pada akhir tahun
2010, aku memutuskan untuk menjadi Asisten Bidang Humas yang merupakan low
manajemen setelah staf dan ketua bidang di organisasi itu. Aku bertekad aku
harus total berkontribusi di sini. Aku gali ilmu sebanyak mungkin di sini dan
mendekati staf dan Ketua Bidang agar aku bisa serap ilmu dan jaringannya (bukan
KKN lho.haha). Di sini aku belajar bersinergi dengan semua orang mulai dari
masyarakat, anggota organisasi, Rektorat dan pihak-pihak lain yang terkait
dengan organisasi tersebut.
Di Humas ini aku
belajar SKSD (Sok Kenal Sok Dekat). Menyalami, menyapa dan tersenyum lebih
dahulu bagi yang sudah kita kenal maupun tidak. Bahasa beratnya proaktif
bersahabat. Sebenarnya di Humas ini aku hanya meneruskan kebiasaan yang telah
aku tanam selama aku part time yang mempunyai jargon pelayanan yang ramah,
perhatian, tulus, peduli dan berwawasan. Seorang humas juga wajib punya
karakter itu. Berkat karakter itu, aku punya banyak TTM (Teman Tapi Mesra) dari
berbagai golongan (bahasanya golongan, emangnya golongan darah, eh emang
berbagai golongan darah juga sich) mulai dari pejabat sampai preman.
Kenapa aku bisa
banyak TTM? Betul banyak (biasanya kan salah satu) dari aku menolong TTMku dan
TTMku juga menolongku. Aku paling ingat salah satu ajaran dosenku di mata
kuliah Politik Kerjasama Internasional dan seniorku di Neuro Linguistic Program
yakni jika ingin menciptakan kerjasama maka berbuat baiklah dulu kepada
lawanmu. Perlahan tetapi pasti dia akan membalas berbuat baik. Maka dengan
mudah kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan darinya (bisa keuntungan)
dan begitu juga sebaliknya. Kalau bahasa ilmiahnya leading. Tapi ilmu ini harus
digunakan untuk kebaikan, bukan kejahatan seperti suap, KKN dll. Hal ini hampir
sama dengan kisah Nabi Muhammad menghadapi orang Yahudi yang buta yang sering
meludahinya dan di akhir kisah si Yahudi buta hatinya menjadi luluh.
Karena ilmu yang
aku dapat dan menjadi karakterku, dulunya aku yang meminta ingin dimasukkan di
bagian humas, sekarang malah terbalik, orang-orang yang memintaku masuk di
bagian humas sebagai contoh ada salah satu partai mahasiswa di UGM yang
memintaku masuk di humasnya. Dan akibat lainnya, aku selalu ditempatkan di
posisi humas pasca penolakan dan belajar tersebut.
Itulah sepotong
cerita dariku. Sampai sekarang dan sampai kapanpun, aku masih akan terus
belajar humas dengan berbagai cara. Misalnya, mengamati humas di organisasi
lain merespons dinamika yang terjadi. Dengan tangan terbuka, aku siap berbagi
dengan teman-teman. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar