Senin, 13 November 2017

MANISNYA ILMU Dear sahabatku Dania, Sudah cukup lama aku tidak menyapamu, akhirnya hari ini kita saling bertegur sapa lagi diawali dengan pertanyaan khas seperti yang biasa engkau ajukan. Kali ini keluh kesahmu mengenai keadaan diri di mana setiap hari limpahan ilmu dan hikmah datang dengan sendirinya dalam genggaman gadget yang kau punya, tetapi anehnya mengapa tidak banyak berpengaruh dalam mengubah hidup. Inilah dia keunikan dari setiap pertanyaan yang engkau sampaikan, mengapa aku merasa seolah-olah hal ini juga terjadi kepada diriku? Seperti ada kesesuaian antara keadaan kita semua. Aku juga tidak merasa ada kemajuan yang signifikan dalam ibadahku, tidak pula bertambah baik dalam mengelola hati kepada sesama manusia maupun kepada Allah. Padahal, setiap hari aku membaca nasihat dari website Islami, melihat video youtube para penceramah, bahkan mengumpulkan ebook yang bertema inspirasi. Sahabatku Dania, ketahuilah bahwa kita telah berada pada zaman di mana ilmu sudah sedemikian mudah didapatkan, tetapi begitu sulit diamalkan. Berbeda pada zaman dahulu, ilmu demikian sulit didapatkan, tetapi begitu mudah diamalkan. Zaman dahulu, orang-orang tua kita bersusah payah mengejar ilmu, mendatangi para guru, menulis, dan menghafal hikmah yang diraih. Bandingkan dengan hari ini, ilmu cukup didownload, disave, dan dikoleksi dalam kartu memori. Dahulu, harus duduk berjam-jam di hadapan para ulama. Adapun sekarang kita cukup mencarinya di google sambil tidur-tiduran. Sehingga dahulu ilmu meresap karena disertai keberkahan, sedangkan sekarang ilmu hanya melintas saja di kepala kita karena disertai kemalasan. Sahabatku Dania, orang-orang awam pada tempo dulu begitu hormat dan sopan kepada ulama mereka. Tidak jarang harta mereka curahkan jika bertujuan demi membahagiakan gurunya. Tetapi lihatlah keadaan kita saat ini, alih-alih bersikap penuh adab, kita terbiasa berburuk sangka dengan orang-orang alim. Bagaimana dengan urusan harta? Entahlah kapan terakhir kalinya kita pernah menyisihkan harta untuk ilmu. Maka tidak heran kita sudah berubah menjadi mujahid ilmu bermental gratisan. Betapa orang-orang sebelum kita rela kehilangan harta demi ilmu, berbanding terbalik dengan kita yang lebih memilih kehilangan ilmu demi harta kita tetap utuh. Dalam keadaan demikian, pantaskah kita masih berharap ilmu yang kita peroleh menggerakkan jasad dan membangkitkan ruh? Aku yakin kau pasti menjawab tidak. Inilah salah satu rahasia mengapa di zaman dahulu cahaya ilmu mampu mengubah hidup seorang manusia, karena adanya perjuangan dalam meraihnya. Seperti kata pepatah, "Disebabkan ombak yang ganas itulah maka lahir para pelaut yang tangguh. " Oleh karena itu saudaraku, apa yang harus kita lakukan menyikapi semua hal ini? Mari kuberitahu padamu, beberapa langkah yang bisa kita tempuh. Maaf, maksudnya bukan bisa, melainkan harus. Ya, inilah langkah yang harus kita tempuh. Pertama, mari kita mulai dengan menghadiri majlis-majlis ilmu. Inilah taman surga yang sesungguhnya. Betul kita memang mendapat manfaat dari ilmu yang kita peroleh di internet, tetapi bertemu langsung dengan ulama tetap saja tidak boleh ditinggalkan. Meet your heroes! Tidak sulit menemukan majlis pengajian di negeri muslim tempat kita tinggal ini. Mungkin seminggu sekali. Sekurangnya sebulan sekali. Alangkah beruntungnya jika kita menyediakan waktu untuk duduk dalam mahkamah ilmu yang mulia. Sahabatku Dania, sungguh dalam sebuah pertemuan terdapat rahasia Allah. Itulah sebabnya Al-Imam Uwais Al-Qorni yang sangat terpuji akhlaknya, tetap digolongkan sebagai tabi'in dan tidak bisa disebut sebagai sahabat, engkau tahu mengapa? Karena ia belum mengalami satu kalipun pertemuan dengan Rasulullah! Sekarang mengertilah kita betapa sebuah pertemuan itu sangat diperhitungkan di sisi Allah. Terakhir, mari kita belajar mendermakan sebagian rezeki kita untuk dunia keilmuan. Bagilah sedekahmu menjadi beberapa porsi. Sebagian untuk fakir miskin, sebagian untuk anak yatim, dan sebagian lagi untuk menghidupkan ilmu. Berilah perhatian untuk pondok pesantren, aktivitas dakwah, maupun majlis taklim. Ketahuilah bahwa dia yang telah menghidupkan ilmu, maka kelak ilmu akan menghidupkan semangat dia. Tentunya ini yang sejak awal menjadi pembahasan kita, bagaimana agar ilmu yang kita kumpulkan selama ini mengantar kepada perubahan. Tidak lupa kitapun harus menumbuhkan rasa cinta sekaligus rasa hormat kepada para ulama. Berikan mereka kebahagiaan dengan apapun yang bisa kau hadiahkan. Kita memang bukan Sahabat Abu Bakar yang memberikan seluruh hartanya kepada gurunya. Bukan pula Ibunda Anas bin Malik yang menyerahkan putra tercinta, juga kepada gurunya, yaitu Rasulullah. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa melakukan apa-apa. Sebab rasa cinta itu dengan perbuatan, bukan sekedar perkataan. Kalau memang menggembirakan hati seorang guru itu tak ada gunanya, lalu kau pikir mengapa Sahabat Abu Bakar melakukannya? Begitulah sahabatku Dania, kiranya sampai di sini saja apa yang mampu aku ungkapkan, disertai keyakinan bahwa semua hal di atas pasti mampu kita kerjakan, dengan izin Allah. Kecuali jika kita memang bercita-cita hanya ingin pandai melaut di ombak yang tenang saja seumur hidup kita. Salam Hijrah. ⏰ Waktunya bangun dan berubah dari tidur panjang kita!



MANISNYA ILMU

Dear sahabatku Dania,

Sudah cukup lama aku tidak menyapamu, akhirnya hari ini kita saling bertegur sapa lagi diawali dengan pertanyaan khas seperti yang biasa engkau ajukan.

Kali ini keluh kesahmu mengenai keadaan diri di mana setiap hari limpahan ilmu dan hikmah datang dengan sendirinya dalam genggaman gadget yang kau punya, tetapi anehnya mengapa tidak banyak berpengaruh dalam mengubah hidup.

Inilah dia keunikan dari setiap pertanyaan yang engkau sampaikan, mengapa aku merasa seolah-olah hal ini juga terjadi kepada diriku? Seperti ada kesesuaian antara keadaan kita semua. Aku juga tidak merasa ada kemajuan yang signifikan dalam ibadahku, tidak pula bertambah baik dalam mengelola hati kepada sesama manusia maupun kepada Allah.

Padahal, setiap hari aku membaca nasihat dari website Islami, melihat video youtube para penceramah, bahkan mengumpulkan ebook yang bertema inspirasi.

Sahabatku Dania, ketahuilah bahwa kita telah berada pada zaman di mana ilmu sudah sedemikian mudah didapatkan, tetapi begitu sulit diamalkan. Berbeda pada zaman dahulu, ilmu demikian sulit didapatkan, tetapi begitu mudah diamalkan.

Zaman dahulu, orang-orang tua kita bersusah payah mengejar ilmu, mendatangi para guru, menulis, dan menghafal hikmah yang diraih. Bandingkan dengan hari ini, ilmu cukup didownload, disave, dan dikoleksi dalam kartu memori.

Dahulu, harus duduk berjam-jam di hadapan para ulama. Adapun sekarang kita cukup mencarinya di google sambil tidur-tiduran. Sehingga dahulu ilmu meresap karena disertai keberkahan, sedangkan sekarang ilmu hanya melintas saja di kepala kita karena disertai kemalasan.

Sahabatku Dania, orang-orang awam pada tempo dulu begitu hormat dan sopan kepada ulama mereka. Tidak jarang harta mereka curahkan jika bertujuan demi membahagiakan gurunya.

Tetapi lihatlah keadaan kita saat ini, alih-alih bersikap penuh adab, kita terbiasa berburuk sangka dengan orang-orang alim. Bagaimana dengan urusan harta? Entahlah kapan terakhir kalinya kita pernah menyisihkan harta untuk ilmu. Maka tidak heran kita sudah berubah menjadi mujahid ilmu bermental gratisan.

Betapa orang-orang sebelum kita rela kehilangan harta demi ilmu, berbanding terbalik dengan kita yang lebih memilih kehilangan ilmu demi harta kita tetap utuh. Dalam keadaan demikian, pantaskah kita masih berharap ilmu yang kita peroleh menggerakkan jasad dan membangkitkan ruh? Aku yakin kau pasti menjawab tidak.

Inilah salah satu rahasia mengapa di zaman dahulu cahaya ilmu mampu mengubah hidup seorang manusia, karena adanya perjuangan dalam meraihnya. Seperti kata pepatah,

"Disebabkan ombak yang ganas itulah maka lahir para pelaut yang tangguh. "

Oleh karena itu saudaraku, apa yang harus kita lakukan menyikapi semua hal ini? Mari kuberitahu padamu, beberapa langkah yang bisa kita tempuh. Maaf, maksudnya bukan bisa, melainkan harus. Ya, inilah langkah yang harus kita tempuh.

Pertama, mari kita mulai dengan menghadiri majlis-majlis ilmu. Inilah taman surga yang sesungguhnya. Betul kita memang mendapat manfaat dari ilmu yang kita peroleh di internet, tetapi bertemu langsung dengan ulama tetap saja tidak boleh ditinggalkan. Meet your heroes!

Tidak sulit menemukan majlis pengajian di negeri muslim tempat kita tinggal ini. Mungkin seminggu sekali. Sekurangnya sebulan sekali. Alangkah beruntungnya jika kita menyediakan waktu untuk duduk dalam mahkamah ilmu yang mulia.

Sahabatku Dania, sungguh dalam sebuah pertemuan terdapat rahasia Allah. Itulah sebabnya Al-Imam Uwais Al-Qorni yang sangat terpuji akhlaknya, tetap digolongkan sebagai tabi'in dan tidak bisa disebut sebagai sahabat, engkau tahu mengapa? Karena ia belum mengalami satu kalipun pertemuan dengan Rasulullah!

Sekarang mengertilah kita betapa sebuah pertemuan itu sangat diperhitungkan di sisi Allah.

Terakhir, mari kita belajar mendermakan sebagian rezeki kita untuk dunia keilmuan. Bagilah sedekahmu menjadi beberapa porsi. Sebagian untuk fakir miskin, sebagian untuk anak yatim, dan sebagian lagi untuk menghidupkan ilmu. Berilah perhatian untuk pondok pesantren, aktivitas dakwah, maupun majlis taklim.

Ketahuilah bahwa dia yang telah menghidupkan ilmu, maka kelak ilmu akan menghidupkan semangat dia. Tentunya ini yang sejak awal menjadi pembahasan kita, bagaimana agar ilmu yang kita kumpulkan selama ini mengantar kepada perubahan.

Tidak lupa kitapun harus menumbuhkan rasa cinta sekaligus rasa hormat kepada para ulama. Berikan mereka kebahagiaan dengan apapun yang bisa kau hadiahkan. Kita memang bukan Sahabat Abu Bakar yang memberikan seluruh hartanya kepada gurunya. Bukan pula Ibunda Anas bin Malik yang menyerahkan putra tercinta, juga kepada gurunya, yaitu Rasulullah.

Tetapi bukan berarti kita tidak bisa melakukan apa-apa. Sebab rasa cinta itu dengan perbuatan, bukan sekedar perkataan. Kalau memang menggembirakan hati seorang guru itu tak ada gunanya, lalu kau pikir mengapa Sahabat Abu Bakar melakukannya?

Begitulah sahabatku Dania, kiranya sampai di sini saja apa yang mampu aku ungkapkan, disertai keyakinan bahwa semua hal di atas pasti mampu kita kerjakan, dengan izin Allah. Kecuali jika kita memang bercita-cita hanya ingin pandai melaut di ombak yang tenang saja seumur hidup kita.

Salam Hijrah.
⏰ Waktunya bangun dan berubah dari tidur panjang kita!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar